Di tengah gempuran konsumerisme dan kebutuhan akan materi, muncul sebuah tren baru yang mengubah cara pandang banyak orang terhadap kebahagiaan, experiential lifestyle. Ini adalah kecenderungan di mana individu lebih memilih menginvestasikan waktu, uang, dan energi mereka pada pengalaman ketimbang pada barang-barang.
Fenomena ini bukan sekadar gaya hidup, melainkan sebuah pergeseran fundamental dalam mencari makna. Generasi saat ini menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak ditemukan dalam kepemilikan benda, melainkan dalam cerita yang diciptakan, keterampilan yang dipelajari, dan kenangan yang terukir.
Alih-alih membeli tas branded, mereka lebih memilih untuk hiking, mendaki gunung atau berburu foto –mengabadikan momen-momen indah dan pemandangan menarik di sekitar. Alih-alih membeli gadget terbaru, mereka malah mengambil kelas coding atau public speaking.
Baca juga: Pantai Melasti dengan Tari Kecak, Penutup Hari yang Indah
Aktivitasnya pun sangat beragam, mulai dari hal sederhana hingga petualangan besar. Ada yang memilih staycation di kota sendiri untuk menjelajahi sudut-sudut baru, menjadi aktivis sukarelawan untuk kegiatan sosial, atau mendaftar ajang balap sepeda tour. Banyak juga yang memilih bepergian ke tempat terpencil untuk merasakan budaya lokal yang otentik, atau sekadar berkumpul dengan teman-teman untuk sesi board game yang intens. Semua aktivitas ini berpusat pada penciptaan momen yang kaya emosi dan makna.
Seorang profesor psikologi dari Cornell University, Dr. Thomas Gilovich, dalam bukunya, The Experience Economy, berargumen bahwa pengalaman menghasilkan kebahagiaan yang lebih abadi karena tidak rentan terhadap "adaptasi hedonis" – kecenderungan manusia untuk terbiasa dengan hal-hal baru dan kembali ke tingkat kebahagiaan dasar.
Baca juga: Pantai Melasti dengan Tari Kecak, Penutup Hari yang Indah
Aktivitasnya pun sangat beragam, mulai dari hal sederhana hingga petualangan besar. Ada yang memilih staycation di kota sendiri untuk menjelajahi sudut-sudut baru, menjadi aktivis sukarelawan untuk kegiatan sosial, atau mendaftar ajang balap sepeda tour. Banyak juga yang memilih bepergian ke tempat terpencil untuk merasakan budaya lokal yang otentik, atau sekadar berkumpul dengan teman-teman untuk sesi board game yang intens. Semua aktivitas ini berpusat pada penciptaan momen yang kaya emosi dan makna.
Memiliki sebuah pengalaman adalah hal yang unik bagi diri kita, sulit untuk dibandingkan dengan orang lain, dan menjadi bagian dari identitas kita.Pada akhirnya, experiential lifestyle adalah pengingat bahwa hidup adalah tentang koleksi cerita, bukan koleksi barang. Itu adalah panggilan untuk berinvestasi pada diri sendiri, memperkaya jiwa, dan membangun kenangan yang akan bertahan jauh lebih lama daripada benda apa pun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar