Recent Posts

Menyingkapi Keterpurukan

20 November 2011


Impian adalah milik setiap orang yang akan menjadi pemicu semangat, hidup lancar tanpa masalah, rumah tangga harmonis, kebebasan finansial, karier di puncak, atau bisnis berkembang. Namun manusia hanya bisa berencana. Perhitungan adakalanya meleset jauh dari harapan. Kegagalan, apapun bentuknya, tentu mengecewakan.

Kegagalan, apalagi jika kegagalan itu adalah keterpurukan hingga di titik terbawah, seringkali kita sikapi sebagai malapetaka, sebagai akhir segalanya. Keterpurukan di titik nol seringkali menjadikan kita ciut hati, undermotivated, dan berat memulai lagi dari bawah. 

Akibatnya, keterpurukan menjadikan kita makin terpuruk. Kita kian terjebak dalam pusaran keterpurukan.

Baca juga: Serangga Datang Sendiri Saat Lampu Bercahaya #1


Tapi kenapa kita tidak berpikir sebaliknya? Kenapa kita tidak menjadikan posisi terpuruk di titik nol sebagai sebuah energi luar biasa untuk bangkit. Kenapa kita tidak menjadikan keterpurukan di titik nol sebagai sinyal bahwa kita harus membangun sense of crisis, sinyal untuk mengetatkan ikat pinggang. Kenapa keterpurukan di titik nol tidak menjadikan kita ringan melenggang menggapai capapian-capaian luar biasa di depan. Kenapa keterpurukan di titik nol tidak kita jadikan momentum untuk change the world.

Baca juga: Ketika daun berwarna coklat itu jatuh


Saya melihat keterpurukan di titik nol adalah “harta karun” bagi kesuksesan kita karena ia menyimpan begitu banyak pelajaran, keutamaan, dan wisdom luar biasa. 

Karena itu, bahkan ketika kita tidak sedang terpuruk, kita harus menciptakan mindset keterpurukan di titik nol agar kita tidak ponggah, tidak sombong, tidak sok tahu, tidak malas, tidak terjebak di zona nyaman.

Begitu kata Bung Yuswohadi dalam tulisannya yang berjudul "Titik Nol".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar